KONSEP
KETUHANAN DALAM ISLAM

Oleh
:
Ernita
Amalia (07)
Gema
An Nisa Alfatiana (11)
POLITEKNIK
NEGERI MALANG
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan dibandingkan
makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan
akalnya untuk mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintauan seperti
halnya dalam mengkaji konsep ketuhanan.
Tauhid
merupakan suatu prinsip lengkap (dasar) yang menembus seluruh dimensi serta
mengatur seluruh aktivitas manusia (QS.9:109). Tauhid bukan sekedar ucapan
apalagi pengakuan semata. Tetapi yang lebih penting adalah harus kita jadikan
pandangan dan landasan sikap dalam perbuatan kita selama kita hidup di dunia.
Atas dasar inilah penulis membahas tetntang konsep ketuhanan dalam islam.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
dapat ditemukan rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana konsep ketuhanan dalam islam
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini
memiliki tujuan sebagai berikut :
1.3.1
Menambah nilai dan memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam.
1.3.2
Mengetahui bagaimana kosep Ketuhanan
dalam Islam.
1.3.3
Mengetahui filsafat Ketuhanan dalam
Islam
1.3.4
Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti
Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan.
1.3.5
Mengetahui penjelasan iman dan takwa,
proses terbentuknya iman dan takwa, tanda-tanda orang yang beriman dan
bertakwa, dan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Aqidah, Tuhid, Iman, dan Syirik
Aqidah
secara bahasa memiliki arti ikatan atau perjanjian yang ada di dalam diri
manusia. Sedangkan secara istilah aqidah adalah keyakinan hati atas sesuatu
atau perjanjian yang ada di dalam diri manusia. Perjanjian tersebut merupakan
tuntutan nurani dan tidak ada paksaan
dan keterpaksaan darimanapun. Dengan demikian aqidah isalamiyah merupakan suatu
bentuk perjanjian manusia dengan Allah yang akan mengikat dan mengatur
kehidupan manusia di dunia.
Dalam
ajaran islam, aqidah islam (al-aqidah al-islamiyah) merupakan keyakinan
atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu
keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
akhir, serta takdir baik maupun buruk.
Dari
konsep aqidah tersebut, kita akan menemui konsep tauhid dan iman. Tuhid menurut
bahasa berarti meng-Esakan. Sedangkan menurut syariat adalah meyakini ke-Esaan
Allah. Adapun yang disebut Ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang
aqidah atau kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan dalil-dalil yang benar.
Ilmu Tauhid digunakan untuk meng-Esakan Allah.
Sedangkan
iman menurut bahasa berarti percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman
adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan
tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah
membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat
keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan
lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Ketiga
konsep (aqidah, tauhid, dan iman) bisa kita fahami secara utuh, karena secara
substrantif titik tolaknya (awal dan akhirnya) adalah mengenai Allah Yang Maha
Esa. Jadi hanya kepada Allah SWT kita beraqidah, bertauhid, dan beriman. Jika
kita beraqidah islam, maka tentu saja kita bertauhid kepada Allah sekaligus
beriman kepada Allah. Dalam realita, istilah iman terdapat dalam rukun iman,
Tuhid terdapat dalam kalimat syahadad pertama dan aqidah terdapat pada keduanya
atau keseluruhannya.
2.2 Aqidah
Sebagai Kebutuhan Manusia
Manusia
memiliki bermacam ragam kebutuhan lahir batin. Karena manusia selalu
membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama, sebab manusia merasa bahwa
dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat
mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia
dilandasi kepercayaan beragama. Kita
mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan
oleh agama dalam kehidupan manusia. Begitu juga kita telah merasakan betapa
pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh tradisi manusia.
Dalam kehidupan manusia, aqidah merupakan kebutuhan dasar
hidup manusia. Manusia tanpa iman akan kehilangan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk hidup yang mulia dimata Allah SWT. Iman harus diikuti dengan
amanah, keduanya akan bermuara dan membawa kita pada tujuan kita yaitu “Aman”
(hidup sejahtera dan bahagia). Jadi iman bukan hanya sekedar percaya tetapi
juga harus melaksanakan amanah. Perpaduan antara iman dan amanah akan
menjadikan diri manusia menjadi merasa aman, dan merasakan islam (ketenangan
dan kedamaian).
Mengingat
hal demikian wajarlah jika aqidah sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia,
karenanya ia mampu memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi terwujudnya
kehidupan yang diinginkan manusia.
2.3 Siapa
Itu Tuhan?
Al-Qur’an
menegaskan Allah bisa dalam bentuk mufrad. Allah ialah sesuatu yang
dipentingkan, dipuja, dimintai, diagungkan diharapkan memberikan kemaslahatan
dan termasuk yang ditakuti karena mendatangkan bahaya.
Di
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Allah
yang dituju ayat di atas adalah Allah SWT yang bermakna al-Ma’bud, artinya
satu-satunya yang diibadati/disembah. Sedang Al-Matbu’, yang dicintai, yang
disenangi, diikuti. Inilah yang disebut Tauhid, bahwa Allah SWT satu-satunya
Tuhan yang diibadahi, dicintai, disenangi, dan diikuti.
Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat
Thoha : 14, yang artinya: “Sesungguhnya Aku Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku
(Allah), maka beribadahlah hanya kepada-Ku (Allah), dan dirikanlah sholat untuk
mengingatku”.
2.4 Konsep
Ketuhanan Menurut Islam
Konsep
Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang
dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun
konkret). Eksistensi atau keberadaan
Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada manusia dan juga diperoleh melalui proses pemikiran atau
perenungan.
Informasi
melalui wahyu tentang keimanan kepada Allah dapat dibawa dalam kutipan di bawah
ini:
a. Surat
Al-Anbiya’ : 25 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum
kamu, melainkan Kami wahyukan kepadaNya, bahwasanya tidak ada Tuhan selain
Allah, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
b. Surat
Al-Maidah : 72 “Dan Al masih berkata; Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu, sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka Allah pasti
mengharamkan baginya surga dan tempatnya adalah neraka”.
c. Surat
Al-Baqarah : 163 “ Dan Tuhamu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan
kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah
SWT adalah Tuhan yang mutlak ke-Esaannya. Lafadz Allah SWT adalah isim jamid,
personal nama, atau isim a’dham yang tidak dapat diterjemahkan, digantikan atau
disejajarkan dengan yang lain. Seseorang yang telah mengaku Islam dan telah
mengikrarkan kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain
Allah) berarti telah memiliki keyakinan yang benar dan mutlak. Sebagai
konsekuensianya, ia harus menempatkan Allah SWT sebagai prioritas utama dalam
setiap aktivitas kehidupan.
2.5 Bukti
Adanya Tuhan
a. Keberadaan
Alam semesta, sebagai bukti adanya Tuhan
Ismail Raj’I Al-Faruqi
mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan makhluk. Khalik
adalah pencipta, yakni Allah SWT, hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi dan
tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan, berdimensi ruang dan
waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin, malaikat langit dan
bumi, surga dan neraka. Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada
dan percaya pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang
eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya penciptaan
alam semesta dan segala isinya yaitu Allah SWT.
b. Pembuktian
adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Ada pendapat dikalangan
ilmuwan bahwa alam ini azali (tidak berawal atau tidak memiliki permulaan).
Dalam pengertian lain alam ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak
mungkin, karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Hukum ini
dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi
panas yang membuktikan bahwa adanya alam ini mungkin azali. Hukum tersebut
menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi
tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak
mungkin berubah dari keadaan yang tidak
panas berubah menjadi panas. Perubahan energi yang ada dengan energi yang tidak
ada. Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika
terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara
pasti bahwa alam bukanlah bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam
sudah kehilangan energi dan sesuai hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi
kehidupan di alam ini.
c. Pembuktian
adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Astronomi menjelaskan
bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran pasir yang ada di
pantai seluruh dunia. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang
mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa. Matahari tidak berhenti
pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan planet-planet dan
asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya. Disamping itu masih ada ribuan
sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau
galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya.
Logika manusia memperhatikan sistem yang
luar biasa dan organisasi yang teliti. Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini
terjadi dengan sendirinya. Dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha
besar yang membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu
adalah Allah SWT.
d. Argumentasi
Qur’ani
Allah Swt. berfirman,
termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahannya “Seluruh puja dan
puji hanyalah milik Allah SWT, Rabb alam semesta”. Lafadz Rabb dalam ayat
tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah SWT. Allah Swt sebagai
“Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya
“Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan ukuran-ukuran
ciptaannya dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt
yang menciptakan ciptaannya, yaitu alam semesta, menyempurnakan, menentukan
aturan-aturan dan memberi petunjuk terhadap ciptaannya. Jadi, adanya alam
semesta dan seisinya tidak terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi, ada yang
menciptakan dan mengatur yaitu Allah SWT. Dalam menciptakan sesuatu memang
Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya jadilah maka jadi. Akan
tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai kepada manusia membutuhkan
waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan mengkaji dengan
metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam ilmu pengetahuan.
2.6 Cara
Menanamkan Aqidah
Proses
pendidikan aqidah harus sedini mungkin diajarkan, sejak proses pembentukan anak
(pembentukan janin) lalu di lanjutkan pada masa kanak-kanak dan seterusnya dengan
cara yang bijaksana sesuai dengan perkembangannya, penanaman aqidah terhadap
anak melalui proses sebagai berikut:
1. Dimulai
dengan hafalan anak-anak itu dilatih untuk menghafal kata atau kalimat yang
mengandung aqidah seperti bismillah, alhamdulilah, kalimat syahadat dan
lainnya.
2. Tahap
berikutnya ialah diajarkan pemahaman bacaan Al-Qur’an sehingga anak-anak itu
memahami arti kalimat yang di bacanya.
3. Tahap
ketiga di harapkan sudah sampai ketingkat mempercayai adanya Allah dan semua
rukun iman.
2.7 Problematika
syirik
Dalam
pengertian yang sederhana, syirik adalah suatu perbuatan (dalam sikap dan atau
niat) terutama menyangkut aqidah dimana seseorang melakukan sesuatu bukan
sepenuhnya karena Allah SWT atau secara sadar mencampur baurkan ke-Esaan Allah
dengan unsur-unsur lain yang menurut ajaran islam dapat diartikan sebagai perbuatan
menyekutukan Allah SWT.
Titik
berat seruan atau da’wah Al-Qur’an ialah bertujuan agar manusia beriman kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa secara benar. Selanjutnya jika kita perhatikan argumen-argumen
Al-Qur’an dalam mengajak kepada iman sebagian besar di tujukan kepada orang –orang
musrik. Syirik terdapat dua macam, yaitu :
1. Syirik
Formal (Syirik besar) yaitu, menganggap Allah dengan yang lain seperti
benda-benda (alam dan manusia dijadikan Tuhan)
2. Syirik
non Formal (Syirik kecil atau substansi syirik), hal ini bisa dilihat dari
tujuan seseorang misalnya, berbuat karena pamrih atau ingin dipuji seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar