Minggu, 24 April 2016

Makalah Agama Konsep Ketuhanan dalam Islam



KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM




Oleh :
Ernita Amalia                          (07)
Gema An Nisa Alfatiana        (11)


POLITEKNIK NEGERI MALANG
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2015/2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan dibandingkan makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan akalnya untuk mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintauan seperti halnya  dalam mengkaji konsep ketuhanan.
Tauhid merupakan suatu prinsip lengkap (dasar) yang menembus seluruh dimensi serta mengatur seluruh aktivitas manusia (QS.9:109). Tauhid bukan sekedar ucapan apalagi pengakuan semata. Tetapi yang lebih penting adalah harus kita jadikan pandangan dan landasan sikap dalam perbuatan kita selama kita hidup di dunia. Atas dasar inilah penulis membahas tetntang konsep ketuhanan dalam islam.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditemukan rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana konsep ketuhanan dalam islam

1.3  Tujuan
Pembuatan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.3.1        Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
1.3.2        Mengetahui bagaimana kosep Ketuhanan dalam Islam.
1.3.3        Mengetahui filsafat Ketuhanan dalam Islam
1.3.4        Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan.
1.3.5        Mengetahui penjelasan iman dan takwa, proses terbentuknya iman dan takwa, tanda-tanda orang yang beriman dan bertakwa, dan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Aqidah, Tuhid, Iman, dan Syirik
Aqidah secara bahasa memiliki arti ikatan atau perjanjian yang ada di dalam diri manusia. Sedangkan secara istilah aqidah adalah keyakinan hati atas sesuatu atau perjanjian yang ada di dalam diri manusia. Perjanjian tersebut merupakan tuntutan nurani dan tidak ada  paksaan dan keterpaksaan darimanapun. Dengan demikian aqidah isalamiyah merupakan suatu bentuk perjanjian manusia dengan Allah yang akan mengikat dan mengatur kehidupan manusia di dunia.
Dalam ajaran islam, aqidah islam (al-aqidah al-islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta takdir baik maupun buruk.
Dari konsep aqidah tersebut, kita akan menemui konsep tauhid dan iman. Tuhid menurut bahasa berarti meng-Esakan. Sedangkan menurut syariat adalah meyakini ke-Esaan Allah. Adapun yang disebut Ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang aqidah atau kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan dalil-dalil yang benar. Ilmu Tauhid digunakan untuk meng-Esakan Allah.
Sedangkan iman menurut bahasa berarti percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Ketiga konsep (aqidah, tauhid, dan iman) bisa kita fahami secara utuh, karena secara substrantif titik tolaknya (awal dan akhirnya) adalah mengenai Allah Yang Maha Esa. Jadi hanya kepada Allah SWT kita beraqidah, bertauhid, dan beriman. Jika kita beraqidah islam, maka tentu saja kita bertauhid kepada Allah sekaligus beriman kepada Allah. Dalam realita, istilah iman terdapat dalam rukun iman, Tuhid terdapat dalam kalimat syahadad pertama dan aqidah terdapat pada keduanya atau keseluruhannya.

2.2  Aqidah Sebagai Kebutuhan Manusia
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan lahir batin. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama, sebab manusia merasa  bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama.  Kita mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan oleh agama dalam kehidupan manusia. Begitu juga kita telah merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh tradisi manusia.
Dalam kehidupan manusia, aqidah merupakan kebutuhan dasar hidup manusia. Manusia tanpa iman akan kehilangan harkat dan martabatnya sebagai makhluk hidup yang mulia dimata Allah SWT. Iman harus diikuti dengan amanah, keduanya akan bermuara dan membawa kita pada tujuan kita yaitu “Aman” (hidup sejahtera dan bahagia). Jadi iman bukan hanya sekedar percaya tetapi juga harus melaksanakan amanah. Perpaduan antara iman dan amanah akan menjadikan diri manusia menjadi merasa aman, dan merasakan islam (ketenangan dan kedamaian).
Mengingat hal demikian wajarlah jika aqidah sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia, karenanya ia mampu memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi terwujudnya kehidupan yang diinginkan manusia.

2.3  Siapa Itu Tuhan?
Al-Qur’an menegaskan Allah bisa dalam bentuk mufrad. Allah ialah sesuatu yang dipentingkan, dipuja, dimintai, diagungkan diharapkan memberikan kemaslahatan dan termasuk yang ditakuti karena mendatangkan bahaya.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Allah yang dituju ayat di atas adalah Allah SWT yang bermakna al-Ma’bud, artinya satu-satunya yang diibadati/disembah. Sedang Al-Matbu’, yang dicintai, yang disenangi, diikuti. Inilah yang disebut Tauhid, bahwa Allah SWT satu-satunya Tuhan yang diibadahi, dicintai, disenangi, dan diikuti.
Allah SWT berfirman  dalam Al-Qur’an surat Thoha : 14, yang artinya: “Sesungguhnya Aku Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku (Allah), maka beribadahlah hanya kepada-Ku (Allah), dan dirikanlah sholat untuk mengingatku”.

2.4  Konsep Ketuhanan Menurut Islam
Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret).  Eksistensi atau keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada manusia dan juga  diperoleh melalui proses pemikiran atau perenungan.
Informasi melalui wahyu tentang keimanan kepada Allah dapat dibawa dalam kutipan di bawah ini:
a.       Surat Al-Anbiya’ : 25 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadaNya, bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
b.      Surat Al-Maidah : 72 “Dan Al masih berkata; Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu, sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka Allah pasti mengharamkan baginya surga dan tempatnya adalah neraka”.
c.       Surat Al-Baqarah : 163 “ Dan Tuhamu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang mutlak ke-Esaannya. Lafadz Allah SWT adalah isim jamid, personal nama, atau isim a’dham yang tidak dapat diterjemahkan, digantikan atau disejajarkan dengan yang lain. Seseorang yang telah mengaku Islam dan telah mengikrarkan kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah) berarti telah memiliki keyakinan yang benar dan mutlak. Sebagai konsekuensianya, ia harus menempatkan Allah SWT sebagai prioritas utama dalam setiap aktivitas kehidupan. 
 
2.5  Bukti Adanya Tuhan
a.       Keberadaan Alam semesta, sebagai bukti adanya Tuhan
Ismail Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah SWT, hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi dan tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah yang diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia, jin, malaikat langit dan bumi, surga dan neraka. Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus percaya tentang adanya penciptaan alam semesta dan segala isinya yaitu Allah SWT.
b.      Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Ada pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali (tidak berawal atau tidak memiliki permulaan). Dalam pengertian lain alam ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa adanya alam ini mungkin azali. Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari  keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas. Perubahan energi yang ada dengan energi yang tidak ada. Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
c.       Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran pasir yang ada di pantai seluruh dunia. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa. Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan planet-planet dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya. Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya.  Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti. Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah Allah SWT.
d.      Argumentasi Qur’ani
Allah Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahannya “Seluruh puja dan puji hanyalah milik Allah SWT, Rabb alam semesta”. Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah SWT. Allah Swt sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya “Allah yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan ukuran-ukuran ciptaannya dan memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt yang menciptakan ciptaannya, yaitu alam semesta, menyempurnakan, menentukan aturan-aturan dan memberi petunjuk terhadap ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah SWT. Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang artinya jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai kepada manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam ilmu pengetahuan.

2.6  Cara Menanamkan Aqidah
Proses pendidikan aqidah harus sedini mungkin diajarkan, sejak proses pembentukan anak (pembentukan janin) lalu di lanjutkan pada masa kanak-kanak dan seterusnya dengan cara yang bijaksana sesuai dengan perkembangannya, penanaman aqidah terhadap anak melalui proses sebagai berikut:
     1.      Dimulai dengan hafalan anak-anak itu dilatih untuk menghafal kata atau kalimat yang mengandung aqidah seperti bismillah, alhamdulilah, kalimat syahadat dan lainnya.
     2.      Tahap berikutnya ialah diajarkan pemahaman bacaan Al-Qur’an sehingga anak-anak itu memahami arti kalimat yang di bacanya.
       3.      Tahap ketiga di harapkan sudah sampai ketingkat mempercayai adanya Allah dan semua rukun iman.


2.7  Problematika syirik
Dalam pengertian yang sederhana, syirik adalah suatu perbuatan (dalam sikap dan atau niat) terutama menyangkut aqidah dimana seseorang melakukan sesuatu bukan sepenuhnya karena Allah SWT atau secara sadar mencampur baurkan ke-Esaan Allah dengan unsur-unsur lain yang menurut ajaran islam dapat diartikan sebagai perbuatan menyekutukan Allah SWT.
Titik berat seruan atau da’wah Al-Qur’an ialah bertujuan agar manusia beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa secara benar. Selanjutnya jika kita perhatikan argumen-argumen Al-Qur’an dalam mengajak kepada iman sebagian besar di tujukan kepada orang –orang musrik. Syirik terdapat dua macam, yaitu :
1.      Syirik Formal (Syirik besar) yaitu, menganggap Allah dengan yang lain seperti benda-benda (alam dan manusia dijadikan Tuhan)
2.      Syirik non Formal (Syirik kecil atau substansi syirik), hal ini bisa dilihat dari tujuan seseorang misalnya, berbuat karena pamrih atau ingin dipuji seseorang.



DAFTAR PUSTAKA



0 komentar:

Posting Komentar